Gizi buruk Anak-anak di Asmat (Foto: Antara)
PAPUA khususnya Agats yang berada di Kabupaten Asmat belakangan ini sedang jadi perhatian publik. Pasalnya, Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan campak menyerang puluhan anak-anaknya.
Potret penderitaan akibat buruknya gizi, langkanya fasilitas kesehatan, dan minimnya pengetahuan orangtua perihal kesehatan menjadi pemandangan yang memilukan. Beruntung, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan segera memberikan respons cepat dan segera mengirimkan tenaga medis hingga obat-obatan, bersama dengan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, dan Menteri Kesehatan, yaitu Nila F. Moeloek belum lama ini pun terjun langsung ke Agats.Kembali dari Agats, Papua, Nila membagikan ceritanya selama berada di sana. Ia mengatakan ada banyak faktor yang membuat banyaknya anak-anak bergizi buruk, termasuk salah satunya ialah keadaan geografis Papua yang sulit diakses atau dicapai.
“Indonesia ini kan besar, saya kira memang kita harus akui tidak mudah mencapai daerah, ini baru kita sampai ke ibukotanya saja, Agats. Dari situ masih ada 23 distrik yang harus dicapai melalui jalur sungai dan tentu biayanya bisa dibayangkan, harus punya speedboat atau punya perahulah, dan tetap butuh BBM,” ungkap Nila F. Moeloek, Menteri Kesehatan RI, saat diwawancarai awak media, di Bekasi, Senin (29/1/2018).
Selain masalah sulitnya akses untuk mencapai Agats dan daerah-daerah perkampungan di Provinsi Papua, Nila juga menuturkan masyarakat membutuhkan BBM cukup banyak. Ketika di Papua, Nila mendapatkan sebuah pesan dari salah seorang warga terkait jumlah BBM yang dibutuhkan oleh warga Papua untuk transportasi.
“Di sana mereka mengeluh BBM sukar masuknya. Jadi, sewaktu di sana saya dititipi pesan, 'Bu tolong dong ni kami kira-kira butuh 24 ton BBM,' langsung saja saya minta bantuan menteri ESDM, yang alhamdulillah katanya sudah sampai setengah dari BBM ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, wanita yang kala diwawancarai mengenakan setelan rok dan blus berwarna hijau tua tersebut juga mengatakan, sulitnya menjangkau daerah-daerah pedalaman. Sehingga, tenaga medis tidak bisa tersebar secara merata. Ditambah dengan kondisi budaya sebagian masyarakat yang maish hidup secara nomaden juga menjadi salah satu penyebab anak-anak terkena gizi buruk.
“Memang sulit tenaga medis menjangkaunya. Mungkin sebagian daerah bisa terjangkau, tapi tidak semua. Ditambah penduduk di situ masih tergolong masyarakat peramu atau yang biasa kita kenal nomaden, jadi hidup dari alam, begitu alamnya sudah tidak mencukupi dia akan pindah,” ungkap Nila.
Nila juga mengatakan, jika keadaan masyarakat nomaden, maka bisa dibayangkan siapa yang bisa mengedukasi mereka tentang pengetahuan kesehatan, cara mendapatkan air bersih, dan pendidikan tentu minim di daerah pedalaman Papua. Sehingga, hal tersebut pula yang menyumbang angka anak pengidap gizi buruk tinggi dan penyakit lainnya juga bermunculan, seperti malaria, cacingan, dan TBC.“Nah, ini yang menyebabkan betapa beratnya lagi, satu keluarga anaknya banyak, bisa enam hingga sembilan orang anak, jarak kelahiranya deket-deket. Baru gendong anak sudah hamil lagi. Artinya, masalah yang ada di Papua memang cukup kompleks, saya melihatnya, ini semua harus turun tangan kalau mau memperbaiki, dari infrastruktur, pendidikan, dari menteri pemberdayaan perempuan, saya juga mengharapkan banyak sekali dari ESDM,” tuturnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar