Warga Kabupaten Tambrauw, Papua Barat (foto doctorshare.org)
Transportasi dan kesehatan ibarat dua sisi
mata uang yang saling berhubungan dalam dinamika kehidupan masyarakat Kabupaten
Tambrauw. Buruknya akses transportasi merupakan faktor utama sulitnya
masyarakat mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.
Jika ibu
hamil membutuhkan bedah sesar, misalnya, harus dilakukan di kota Sorong yang
butuh waktu sekitar lima jam perjalanan. Belum lagi kondisi lain yang
membutuhkan pertolongan medis segera. Tak ayal, banyak warga tak tertolong
nyawanya akibat tak kuat menahan sakit selama perjalanan.
Cerita
tersebut diungkap oleh Kahar Muzakkar (50). Pria asal Makassar, Sulawesi
Selatan, yang sudah lima tahun merantau di Tambrauw ini tahu betul sejumlah
kasus kematian selama perjalanan. Sehari-hari, profesinya adalah sopir mobil
angkutan Sorong – Tambrauw. “Sekarang ini agak mendingan. Dua atau tiga tahun
lalu, bermalam darurat di tepi jalan karena kondisi jalan hancur sudah biasa
rasanya,” terangnya.
Satu
kisah yang paling menarik baginya ialah saat membawa seorang wanita hamil besar
yang rencananya akan melahirkan melalui bedah sesar di kota Sorong. Karena
kondisi jalan yang tidak memadai, wanita itu terpaksa melahirkan di mobil. “Si
ibu selamat, tapi bayinya tak tertolong. Kalau tak salah si ibu mesti mendapat
perawatan serius setibanya di Sorong.” Kahar lupa waktu pasti kejadian tersebut
berlangsung.
Pengalaman
Kahar senada dengan sopir-sopir mobil all wheel-drive (4WD) lainnya yang biasa
melayani jasa transportasi darat Sorong-Sausapor. Secara legal, mobil-mobil ini
bukanlah kendaraan umum resmi. Tapi inilah satu-satunya kendaraan yang bisa
ditumpangi untuk menunjang kegiatan sehari-hari.
Sekretaris
Dinas Kesehatan Kabupaten Tambrauw, John E.P. Smas, tak menampik fakta bahwa
timbulnya korban merupakan imbas dari rusaknya akses jalan. “Tetapi kami tak
punya data pasti berapa jumlahnya dan kapan saja kejadian tersebut terjadi,”
tutur John.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 menyatakan hanya dua distrik yakni Sausapor
dan Fef, dari total 11 distrik di Kabupaten Tambrauw yang memiliki mobil
ambulance. Ambulance ini juga berfungsi sebagai puskesmas keliling. Enam
distrik sisanya hanya memiliki sebuah sepeda motor, juga berfungsi sebagai
puskesmas keliling. Data tersebut merupakan publikasi terakhir yang diunggah di
laman resmi BPS.
Kepala
Puskesmas Distrik Sausapor, Korina Merino, menyatakan kurangnya fasilitas
penunjang transportasi untuk kebutuhan darurat kesehatan warga memang jadi
kendala utama. “Hanya ada satu ambulance sehingga jika ada pasien yang harus
segera dirujuk ke Rumah Sakit Sorong, mau tidak mau harus menyewa taksi (mobil
4WD),” ujar Korina saat dihubungi pada Jumat (24/6).
Hal
serupa juga dituturkan dokter Puskesmas Sausapor, Yunita Elizabeth. Menurutnya,
Pemda juga kerap membantu penanganan kasus pasien darurat. “Biasanya, Pemda
membantu biaya transportasi pasien tidak mampu. Puskesmas tidak memiliki dana
untuk transportasi pasien,” ucap Yunita saat disambangi tim doctorSHARE di
Puskesmas Sausapor, Kamis (23/6).
Biaya
sewa mobil dari Sausapor menuju Sorong memang mahal. Paling tidak butuh dana Rp
1,5 juta hingga Rp 2 juta sekali jalan. Mobil tersebut dapat memuat empat
hingga lima orang. Jika dihitung per orang, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp
350.000 sampai Rp 450.000, bergantung pada fluktuasi harga bahan bakar. Selain
itu, konsumsi BBM mobil 4WD juga terhitung boros. Mahalnya harga BBM, besarnya
kebutuhan BBM, dan rusaknya jalan ini menjadi formula ampuh “memangsa” warga.
Pemerintah
Kabupaten Tambrauw menyatakan tidak menutup mata terkait hal tersebut. Kepala
Humas Pemkab Tambrauw, Phillipus Penaonde, memaparkan bahwa hingga saat ini,
pembangunan dan perbaikan ruas jalan terus dilakukan dengan dana dari Anggaran
Penggunaan Belanja Daerah (APBD). “Saya lupa besaran pastinya, tetapi hampir
sebagian besar dianggarkan untuk kebutuhan ini.”
Phillipus
menekankan, sebagian kecil jalan sudah mulai diaspal guna memudahkan akses
transportasi masyarakat Tambrauw. Juga pembangunan beberapa ruas jalan seperti
jalan menuju Distrik Fef yang rencananya akan dijadikan pusat pemerintahan
Kabupaten Tambrauw.
“Pembangunan
tentu membutuhkan dana besar. Dana tersebut murni dari APBD saja. Anda dapat
bayangkan sendiri,” ujarnya. Untuk itu, pihaknya menjamin dua hingga tiga tahun
ke depan, akses jalan dari Sorong menuju Kabupaten Tambrauw seluruhnya sudah
diaspal. “Sehingga kesulitan-kesulitan yang berakar dari kurang baiknya kondisi
akses transportasi dapat diatasi,” tutup Phillipus.
Sumber doctorSHARE.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar